Translate

Wednesday, November 5, 2014

Menjadi manusia

Manusia... saya manusia, anda, yang membaca blog ini, juga manusia. Manusia, menurut Mbah Darwin, yang merupakan jelmaan sempurna dari kera. Manusia diberkahi akal, nafsu, keinginan, dan harapan. Ada manusia yang mampu mengelola akal, nafsu, keinginan, dan harapannya dengan baik sesuai kodrat dan ketentuan. Ada pula yang tidak. Tentu pengelolaan itu tidak bersifat hitam putih, ada aras abu-abu diantaranya. No body's perfect, right?

Manusia, dengan akal dan harapannya mampu menaklukan dunia, tapi juga karena hawa nafsu dan keinginannya bisa bertekuk lutut dibawah telapak kaki dunia. Dunia disayang, dunia dibenci. Yang merasa diperlakukan tidak adil akan membenci dunia, mereka yang memperlakukan orang dengan tidak adil, menyenangi dunia, tapi mereka yang memperlakukan diri sendiri dan orang lain dengan adil akan menguasai dunia.

Menguasai dunia... apa yang bisa dikuasai? harta, tahta, wanita?

Manusia dengan akal budinya, bertanggung jawab untuk mensejahterakan dirinya dan orang lain.

Saya manusia, otomatis saya ketibanan tanggung jawab itu... Tanggung jawab tentu punya konsekuensi logis, bukan sekedar kata tanggung dan kata jawab. Tanggung jawab bermakna mulia dimana seorang manusia memiliki keikhlasan dan keberanian, juga ketaatan terhadap sesuatu.

Saya manusia, yang kebetulan juga seorang dosen. Manusia punya tanggung jawab, dosen adalah manusia, dosen punya tanggung jawab. Menjadi dosen bukan perkara mudah. Bukan sekedar menyiapkan bahan presentasi, membuat soal ujian, dan memberikan nilai ABCDE. Dosen bertanggung jawab untuk memanusiakan manusia. ini tugas yang amat berat. Karena, untuk memanusiakan manusia, sang dosen juga harus memanusiakan dirinya terlebih dahulu.

Memanusiakan manusia bukan berarti sang manusia masih belum bermetamorfosa dari hewan kera. Anda, sang pembaca, pasti tau itu. Memanusian manusia adalah menempatkan sang manusia dalam koridor dan jalur yang seharusnya. Koridor dan jalur yang mana? well, akan sangat beragam jawaban. Untuk menyamakan persepsi, maka kita harus kembalikan kepada sumber yang bersifat pasti. Sumber yang melampaui akal budi manusia, sumber dimana segala bermuara, sumber segala sumber, yakni Zat Hakiki..

wallahualam...



No comments:

Post a Comment